Kamis, 31 Maret 2016

Profesionalisme & Kode Etik

Profesionalisme

Merdeka.com - Bekerja di Direktorat Keberatan dan Banding Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak memang harus berpegang pada prinsip profesionalisme. Tak heran kalau para petugas banding dinilai mempunyai profesionalisme yang baik dalam kacamata kuasa hukum wajib pajak dan konsultan pajak. Begitu juga hakim di Pengadilan Pajak.

"Kesan saya keseluruhan terhadap terbanding baik-baik saja, profesional bekerja dengan aturan. Hakim, selama saya bertugas sebagai pengacara di Pengadilan Pajak dan beracara di Pengadilan Pajak sangat profesional dan menjunjung tinggi peraturan dan kaidah hukum yang berlaku terutama perpajakan," kata salah seorang kuasa hukum, Tjia Siauw Jan.

Selengkapnya : http://www.merdeka.com/peristiwa/profesionalisme-pegawai-pajak-di-mata-lawyer-dan-konsultan.html

Komentar
profesionalisme itu terlihat dari bagaimana memutuskan berdasarkan bukti dan fakta hukum yang ada di persidangan. Para hakim memutuskan dengan melihat lebih kepada bukti-bukti dan fakta serta pendapat melalui fakta hukum. Bukti itu pun yang dilihat secara akurat apalagi Pengadilan Pajak saat ini, dibandingkan dengan pengadilan lain dinilai cukup bagus.

Kode Etik

Kemajuan teknologi menjadikan informasi tersebar lebih cepat. Media cetak seperti koran, majalah, surat kabar dan sejenisnya mulai tergeser dengan kehadiran media elektronik seperti radio dan televisi. Terlebih telah hadir teknologi internet di mana kita dapat menjelajahi berita dengan kedalamannya tanpa terikat batasan waktu maupun ruang. Atas nama kecepatan, kini banyak berita di media online yang hanya asal unggah dalam menyampaikan informasi. Standar akurasi, keberimbangan berita, dan pengabaian etika jurnalistik menjadi hal yang tak diperhatikan. Media saat ini cenderung membuka informasi kepada masyarakat seluas-luasnya, dalam bentuk yang sebebas-bebasnya. Anggota Dewan Pers, Abdullah Alamudi dalam artikel pada portal republika.co.id menyampaikan bahwa kini banyak insan pers yang tidak mengerti kode etik apalagi memahami UU tentang pers terbukti sebagian besar pengaduan masyarakat kepada Dewan Pers berkaitan dengan pelanggaran kode etik. Banyak kalangan yang menilai bahwa kebebasan pers saat ini sedang “kebablasan” setelah jatuhnya masa orde baru. Ratusan media massa baik cetak maupun online bermunculan dimana-mana, dari tingkat lokal hingga nasional.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/natalistory/pelanggaran-kode-etik-jurnalistik-terkait-pornografi-pada-berita-media-online_554a4128f47e61a0128b4613

Komentar
Di era teknologi yang serba maju ini tetap dibutuhkan wartawan yang paham dan taat kode etik, di mana ini menjadi sesuatu yang seharusnya menjadi simbol kebanggaan profesinya. Hanya saja, seperti yang telah dikatakan oleh anggota Dewan pers di atas, tidak banyak wartawan yang memahami kode etiknya. Jangankan memahami kode etik, masih banyak wartawan yang belum pernah membaca kode etik. Menjadi wajar apabila wartawan wajib mematuhi kode etik jurnalistik karena kode etik jurnalistik diandaikan sebagai pagar moral dan bentuk tanggung jawab etis wartawan serta integritas profesi wartawan.